Rabu, 24 Januari 2018

ZAKAT FITRAH

ZAKAT FITRAH

Pendahuluan

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga dan merupakan suatu ibadah yang paling penting kerap kali dalam Al-Qur’an beriringan dengan kewajiban shalat. Dalam delapan puluh dua tempat Allah menyebut zakat beriringan dengan urusan shalat, ini menunjukan bahwa zakat dan shalat mempunyai hubungan yang erat sekali dalam hal keutamaannya.

Setelah melaksanakan puasa ramadhan selama sebulan penuh, Islam mewajibkan atas tiap-tiap muslim untuk membayar zakat yaitu bagi siapa saja baik laki-laki maupun perempuan baik besar maupun kecil. Adapun maksud dari zakat fitrah ini adalah untuk membesihkan diri dan menghapus dari dosa-dosa yang telah dilakukan, serta sebagai penyempurna puasa.

Di lihat dari segi sosial zakat fitrah memberikan peran sendiri, dimana zakat itu diberikan atau dibagikan untuk orang-orang yang membutuhkan dari orang-orang yang mampu. Dan dari sini terlihat kepedulian dalam agama Islam. Selain itu zakat juga sebagai tanda syukur atas nikmat Allah swt. dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya (Qardhawi, 1996 : 999).

Pengertian Zakat Fitrah

Zakat fitrah dilihat dari susunan kalimat yang membentuknya terdiri dari kata “zakat” dan “fitrah”. Zakat secara bahasa berarti النمو  (bertambah), البركة (berkah) dan كثرة الخير (banyaknya kebaikan)[1]. Sedangkan menurut syara’ zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan oleh Allah terhadap harta kaum muslimin menurut ukuran-ukuran tertentu yang diperuntukkan untuk golongan tertentu.

Sementara itu, fitrah dapat diartikan dengan suci sebagaimana hadits Rasul “كل مولود يولد على فطرة” (setiap anak Adam terlahir dalam keadaan suci) dan bisa juga diartikan juga dengan ciptaan atau asal kejadian manusia[2]. Kata fitrah merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan zakat ini manusia diharapkan akan kembali fitrah / suci.

Maka dapat disimpulkan bahwa, zakat fitrah adalah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu baik lelaki maupun perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan untuk mensucikan dan memuliyakan diri/ jiwa seseorang .

Dalil Wajibnya Zakat Fitrah

Di antara hadits yang menyebutkan tentang hikmah disyari’atkannya zakat fitrah adalah hadits berikut. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud, no. 1609; Ibnu Majah, no. 1827).

Sedanglan perintah zakat fitrah secara spesifik disebutkan dalam hadis Nabi sebagai berikut[3]:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ε فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ. (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ ومسلم)

Dari Ibu ‘Umar, katanya: Bahwasanya Rasululloh SAW, mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sho’ (3.5) liter kurma atau gandum. Atas tiap-tiap muslim merdeka atau hamba lelaki atau perempuan. (HSR. Bukhori dan Muslim).

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ : كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ حُرٍّ أَوْ مَمْلُوكٍ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ.

Dari Abi Sa’id, katanya , “Kami mengeluarkan zakat fitrah segantang dari makanan atau gandum atau kurma, atau susu kering, atau anggur kering.” (HR. Bukhori dan Muslim).

 Hikmah Zakat Fitrah

Dikutip dari Kitab Az-Zakat fi Al-Islam, hlm. 322-324 menyebutkan hikmah zafat fitrah sebagai berikut:

Untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor serta menutupi cacat (kekurangan) saat puasa. Jadilah kebaikan di hari raya menjadi sempurna.Untuk memberi makan kepada orang miskin dan mencukupi mereka sehingga tidak perlu meminta-minta di hari raya, sekaligus membahagiakan mereka di hari raya. Jadilah hari raya itu menjadi hari kebahagiaan.Bentuk saling berbuat memberi kebaikan antara orang kaya dan orang miskin di hari raya.Mendapat pahala karena telah menunaikan zakat pada yang berhak menerima di waktu yang telah ditentukan.Zakat fitrah adalah zakat untuk badan yang Allah tetapkan setiap tahunnya di hari raya Idul Fithri.Zakat fitrah sebagai bentuk syukur setelah puasa sempurna dilaksanakan.

Syarat Wajib[4]

Syarat wajib zakat fitrah adalah sebagai berikut:

IslamMerdeka (bukan budak/ hamba sahaya).Mempunyai kelebihan makanan atau harta dari yang diperlukan di hari raya dan malam hari raya. Maksudnya mempunyai kelebihan dari yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya, pada malam dan siang hari raya. Baik kelebihan itu berupa makanan, harta benda atau nilai uang.Menemui waktu wajib mengeluarkan zakat fitrah. Artinya menemui sebagian dari bulan Ramadhan dan sebagian dari awalnya bulan Syawwal (malam hari raya).

Keterangan: Yang dimaksud “ mempunyai kelebihan di sini “ adalah kelebihan dari kebutuhan pokok sehari-harinya. Maka barang yang menjadi kebutuhan sehari-hari, seperti rumah yang layak, perkakas rumah tangga yang diperlukan, pakaian sehari-hari dan lain-lain tidak menjadi perhitungan. Artinya, jika tidak mampu membayar zakat fitrah, harta benda di atas tidak harus dijual guna mengeluarkan zakat fitrah.

Jenis dan Kadar Zakat Fitrah[5]

Kriteria jenis dan kadar zakat fitrah adalah sebagai berikut:

Berupa bahan makanan konsumtif daerahwilayah tersebut.[6]Tidak boleh campuranJumlahnya mencapai satu Sho’ untuk setiap orang. ( 1 Sho’ = 4 mud = 2,7 Kilogram )Diberikan di tempatnya orang yang dizakati (tidak boleh berpindah tempat zakat).

Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah[7]

Waktu pelaksanaan mengeluarkan zakat fitrah terbagi menjadi 5 kelompok :

Waktu Jawaz yaitu mulai awalnya bulan Ramadhan sampai memasuki waktu wajib.Waktu Wajib yaitu waktu dimana sesorang menemui akhir bulan Ramadhan dan sebagian awalnya bulan Syawwal.[8]Waktu Fadhilah yaitu setelah terbit fajar tanggal 1 syawwal dan sebelum sholat hari raya Idul Fitri.Waktu Makruh yaitu setelah sholat hari raya sampai menjelang tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawwal, kecuali jika ada udzur. Seperti menanti kerabat atau orang yang lebih membutuhkan, maka hukumnya tidak makruh.Waktu Haram yaitu setelah tenggelamnya matahari tanggal 1 Syawwal kecuali jika ada udzur seperti hartanya tidak ada ditempat tersebut atau menunggu orang yang berhak menerima zakat, maka hukumnya tidak haram. Sedangkan status dari zakat yang dikeluarkan tanggal 1 Syawwal adalah qodho’.

Niat Zakat Fitrah

Praktek niat di dalam hati ketika mengeluarkan zakat/ memisahkan (beras) zakat dari (beras) yang lain, atau saat memberikan zakat kepada wakil untuk disampaikan kepada yang berhak.

Niat zakat untuk diri sendiri :

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ نَفْسِي atau هَذَا زَكاَةُ مَالِي اْلمَفْرُوْضَةْ

” Saya niat mengeluarkan zakat untuk diriku / ini adalah zakat harta wajibku “

Jika untuk Istri atau anak:

نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكاَةَ اْلفِطْرِعَنْ زَوْجَتِى وَوَلَدِي

“ Saya niat mengeluarkan zakat atas istriku dan anakku…”

Mustahiq Zakat

Mustahiq zakat[9] (orang-orang yang berhak menerima zakat) adalah delapan golongan yang telah disebutkan dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.

Faqir

Faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau pekerjaan sama sekali, atau orang yang mempunyai harta atau pekerjaan namun tidak bisa mencukupi kebutuhannya.

Semisal seseorang dalam sehari ia membutuhkan biaya hidup sebesar Rp. 50.000, akan tetapi penghasilannya hanya sebesar Rp. 20.000 (tidak mencapai separuh yang dibutuhkan). Yang dimaksud dengan harta dan pekerjaan di sini adalah harta yang halal dan pekerjaan yang halal dan layak.

Dengan demikian yang termasuk golongan faqir adalah :

Tidak mempunyai harta dan pekerjaan sama sekali.Mempunyai harta, namun tidak mempunyai pekerjaan. Sedangkan harta yang dimiliki tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan selama umumnya usia manusia.Mempunyai harta atau pekerjaan saja namun harta atau pekerjaan tersebut haram menurut agama. Bagi orang yang mempunyai harta yang melimpah atau pekerjaan yang menjanjikan, namun haram menurut agama, maka orang tersebut termasuk faqir sehingga berhak menerima zakat.Tidak mempunyai harta, namun mempunyai pekerjaan yang tidak layak baginya. Seperti pekerjaan yang bisa merusak harga diri, kehormatan dan lain-lain.Miskin

Miskin adalah orang yang mempunyai harta atau pekerjaan yang tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan orang-orang yang ditanggung nafkahnya. Misalnya dalam sebulan ia butuh biaya sebesar Rp; 500.000, namun penghasilannya hanya mendapat Rp; 400.000 (mencapai separuh yang dibutuhkan).

Amil

Amil zakat yaitu orang-orang yang diangkat oleh Imam atau pemerintah untuk mengumpulkan dan membagikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau Negara.

Yang termasuk amil zakat adaalah bagian pendataan zakat, penarik zakat, pembagi zakat dan lain-lain. Jumlah zakat yang diterima oleh amil disesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan/ menggunakan standart ujroh mistly (bayaran sesuai tugas kerjaannya masing-masing).

Syarat-syarat amil zakat :

IslamLaki-lakiMerdekaMukallafAdilBisa melihatBisa mendengarMengerti masalah zakat

 

Muallaf

Secara harfiyah, muallaf qulubuhumadalah orang-orang yang diluluhkan hatinya untuk memeluk kepada agama islam. Sedangkan orang-orang yang termasuk muallaf, ada 4 golongan[10] :

Orang yang baru masuk Islam, yang iman (niat) nya masih lemah.Orang yang baru masuk Islam dan imannya sudah kuat, namun dia mempunyai kemuliaan dikalangan kaumnya. Dengan memberikan zakat kepadanya, diharapkan kaumnya yang masih kafir mau masuk Islam.Orang yang baru masuk Islam yang melindungi kaum muslimin dari gangguan dan keburukan orang-orang kafir.Orang yang baru masuk Islam yang membela kepentingan kaum muslimin dari pembangkang zakat atau pemberontak dan orang-orang non Islam.

Semua orang yang tergolong muallaf di atas berhak menerima zakat dengan syarat Islam. Sedangakan merayu orang non muslim dengan menggunakan harta zakat itu tidak diperbolehkan.

Budak Mukatab (Ar Riqob)

Budak mukatab yaitu budak yang dijanjikan merdeka oleh tuannya apabila sudah melunasi sebagian jumlah tebusan yang ditentukan dengan cara angsuran. Tujuannya adalah untuk membantu melunasi tanggungan dari budak mukatab tersebut.

Ghorim (Orang yang Berhutang)

Ghorim terbagi menjadi 3 bagian :[11]

Orang yang berhutang untuk kemaslahatan diri sendiri dan keluarga.Orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang atau dua kelompok yang sedang bertikai.Orang yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti berhutang untuk membangun masjid, sekolah, jembatan dan lain-lain.Orang yang berhutang untuk menanggung hutangnya orang lain.Sabilillah[12]

Sabilillah yaitu orang yang berperang di jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji/ bayaran. Sabilillah berhak menerima zakat untuk seluruh keperluan perang. Sejak berangkat sampai kembali, sabilillah dan keluarganya berhak mendapatkan tunjangan nafkah yang diambilkan dari zakat. Sedangkan yang berhak memberikan zakat untuk sabilillah adalah imam (penguasa) bukan pemilik zakat.

Keterangan : Dikalangan ulama terdapat khilaf tentang makna fii sabilillah;

Pendapat Pertama, mayoritas ulama’ (pendapat yang kuat) mengatakan bahwa yang dimaksud fii sabilillah tiada lain adalah orang-orang yang menjadi suka relawan untuk berperang di jalan Allah Swt dan tidak mendapatkan gaji.Pendapat Kedua, sebagian ulama mengatakan bahwa fii sabilillahadalah semua aktifitas yang menyangkut kebaikan untuk Allah sebagaimana dinuqil oleh Imam Al-Qaffal[13]. Seperti untuk sarana-sarana pendidikan, peribadatan Islam dan orang-orang memperjuangkan agama islam (seperti guru-guru madrasah, khatib dan bilal masjid) dan pendapat ini adalah lemah.Pendapat Ketiga, dalam Kitab Syarah Tafsir Munir Imam Nawawi Juz I Halaman 344 disebutkan bahwa kata sabilillah diarahkan pada sabilil khair (orang-orang yang menunjukkan pada kebaikan) danwujuhil khair (hal-hal kebaikan). Seperti halnya untuk perawatan jenazah dan lain sebagainya.Ibnu Sabil (musafir)

Ibnu sabil yaitu orang yang memulai bepergian dari daerah tempat zakat atau musafir yang melewati daerah tempat zakat dengan syarat :

Bukan bepergian untuk maksiat.Membutuhkan biaya atau kekurangan biaya.

Orang-Orang Yang Tidak Berhak Menerima Zakat [14]

Orang kafir atau murtadBudak / hamba sahaya selain budak mukatab.Keturunan dari bani Hasyim dan Bani Muthalib (para habaib), sebagaimana hadits shohih, Nabi Saw bersabda : إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِيَ أَوْسَاخُ النَّاسِ وَإِنَّهَا لَا تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلَا لِآلِ مُحَمَّدٍ 

“Sesungguhya shodaqah ini (zakat) adalah kotoran manusia dan tidak dihalalkan bagi Muhammad dan keluarga Muhammad “.

Orang kaya

Yaitu orang yang penghasilannya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

Orang yang ditanggung nafkahnya.

Artinya, orang yang berkewajiban menanggung nafkah, tidak boleh memberikan zakatnya kepada orang yang ditanggung tersebut.

Mekanisme Pembagian Zakat[15]

Apabila zakat dibagikan sendiri oleh pemilik atau wakilnya, maka perinciannya sebagai berikut :

Jika harta zakat mencukupi untuk semua golongan, maka diberikan kepada semua golongan penerima zakat yang ada di daerah tempat kewajiban zakat. Dan dibagi rata antar golongan penerima zakat.Jika orang yang berhak menerima zakat tidak terbatas atau jumlah harta zakat tidak mencukupi, maka zakat harus diberikan kepada 3 golongan, masing masing golongan 3 orang.Pemilik zakat tidak boleh membagikan zakatnya pada orang-orang yang bertempat di luar daerah kewajiban zakat. Zakat harus diberikan pada golongan penerima yang berada di daerah orang yang dizakati meskipun bukan penduduk asli wilayah tersebut.Sedangkan jika pembagian dilakukan oleh Imam (penguasa), baik zakat tersebut diserahkan sendiri oleh pemilik kepada Imam atau diambil oleh Imam, maka harus dibagi dengan cara sebagai berikut :Semua golongan penerima zakat yang ada harus mendapat bagianSelain golongan amil, semua golongan mendapat bagian yang sama.Masing-masing individu dari tiap golongan penerima mendapat bagian (jika harta zakat mencukupi)Jika hajat dari masing-masing individu sama, maka jumlah yang diterima juga harus sama.

 

Catatan[16] : Menurut pendapat Imam Ibnu Ujail R.A. adalah :

Zakat boleh diberikan pada satu golongan dari delapan golongan yang berhak menerima zakat.Zakatnya satu orang boleh diberikan pada satu orang yang berhak menerima zakat.Boleh memindah zakat (naqlu zakat) dari daerah zakat.

Tiga pendapat terakhir ini boleh kita ikuti (taqlid) walaupun berbeda dengan pendapat dari Imam Syafi’i . Mengingat sulitnya membagi secara rata pada semua golongan, apalagi zakat fitrah yang jumlahnya tidak begitu banyak.

 

Referensi:

[1] Taqiyuddin Ad Dimasyqi, Kifayatul Akhyar, Darul Khair, Maktabah Syamilah, Hal. 168

[2] Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya, Al Majmu’ Syarh Muhadzab, Maktabah Syamilah Juz 6, Hal. 103

[3] Muhamad Ismail Al Bukhori, Jami’ Shohih Mukhtashor, Maktabah Syamilah, Juz 2, Hal. 547

[4] Taqiyuddin Abu Bakar, Kifayatul Akhyar, Maktabah Syamilah, Hal. 193

[5] Zainuddin Al Malibari, Fathul Muin, Maktabah Syamilah, Hal. 172

[6] Misalnya, seorang ayah yang berada di Kudus dengan makanan pokok beras, ingin menzakati anaknya yang berada di Papua dengan makanan pokok gandum. Maka jenis makanan yang digunakan zakat adalah gandum dan diberikan pada faqir miskin di Papua.

[7] Sulaiman Al Bujairomi, Hasyiyah Bujairomi Alal Minhaj, Maktabah Syamilah, Juz 2, Hal. 42

[8] Bagi orang yang meninggal setelah maghribnya malam 1 syawwal, wajib dizakati. Sedangkan bayi yang lahir setelah maghribnya malam 1 syawal tidak wajib dizakati.

[9] Muhammad Syirbini Al Khatib, Iqna’ fi Hilli Alfadhi Abi Syuja’, Maktabah Syamilah Hal. 229

[10] Muhamad Nawawi Al Bantani Al Jawi, Nihayautuz Zain, Darul Fikr, Maktabah Syamilah Hal. 180

[11] Sulaiman bin Muhammad Al Bujairomi, Hasyiyah Bujairomi Alal Minhaj, Maktabah Syamilah Juz 3, Hal. 311

[12] Ibid, Nihayatuz Zain hal. 182

[13] Yang dimaksud sumber keterangan yang dinuqil Imam Qoffal disini dimungkinkan adalah Imam Hasan dan Imam Anas bin Malik. Dan pendapat tersebut tidak mu’tabar diluar pendapat Imam empat. Namun sebagian Ulama Mesir dan Syekh Hasanain Makhluf menggunakan dasar ini sebagai fatwanya.

[14] Ibid, Iqna’ Fi Hilli Alfadhi Abi Suja’, Hal. 229

[15] Ibid, Fathul Muin, Hal. 193

[16] Ibid, Nihayatuz Zain, Hal. 182

Tidak ada komentar:

Posting Komentar