Jumat, 19 Januari 2018

SAYYIDAH KHADIJAH, AISYAH, DAN FATIMAH:POTRET MUSLIMAH, DAMBAAN SELURUH UMAT

KHADIJAH, AISYAH, DAN FATIMAH:POTRET MUSLIMAH, DAMBAAN SELURUH UMAT

Khadijah, Aisyah dan Fatimah adalah tiga wanita yang memiliki peranan begitu besar dalam perjuangan Rasulullllah dalam menegakkan Dienullah. Terlahir sebagai wanita yang sempurna, mampu mendedikasikan dirinya untuk dunia Islam. Ketiganya bak mutiara di tengah lautan, terlalu dalam untuk dijangkau tetapi bukan sebuah kemustahilan untuk meneladani setiap jejak dan detak nafas yang mengalir dari pancaran ketulusan, keikhlasan dan kecerdasan dalam mengahdapi setiap liku kehidupan.

1.                 KHADIJAH.RA

"Demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman kepadaku saat semua orang ingkar, yang percaya kepadaku ketika semua mendustakan, yang mengorbankan semua hartanya saat semua berusaha mempertahankannya dan ... darinyalah aku mendapatkan keturunan." Begitulah Rasulullah saw berkata tentang kepribadian Khadijjah, istrinya. Seorang isteri sejati, muslimah yang dengan segenap kemampuan dirinya berkorban demi kejayaan Islam. Siti Khadijah berasal dari keturunan yang terhormat, mempunyai harta kekayaan yang tidak sedikit serta terkenal sebagai wanita yang tegas dan cerdas. Bukan sekali dua kali pemuka kaum Quraisy mencoba untuk mempersunting dirinya. Tetapi pilihannya justru jatuh pada seorang pemuda yang bernama Muhammad, pemuda yang begitu mengenal harga dirinya, yang tidak tergiur oleh kekayaan dan kecantikan.Saidatina Khadijah RA merupakan wanita pertama beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Beliau banyak membantu dan memperteguhkan tekad Rasulullah SAW melaksanakan risalah dakwah. Beliau sentiasa berusaha meringankan kepedihan hati dan menghilangkan keletihan serta penderitaan yang dialami oleh suaminya dalam menjalankan tugas dakwah. Inilah keistimewaan dan keutamaan Khadijah dalam sejarah perjuangan Islam. Beliau adalah sumber kekuatan yang berada di belakang Rasulullah SAW.

Jika kita membuka  kembali peristiwa yang sungguh mendebarkan jantung Rasulullah SAW. Peristiwa itu ialah penerimaan wahyu yang pertama di Gua Hira. Sekembalinya ke rumah, baginda berkata kepada isterinya yang tercinta, “Aku berasa khawatir terhadap diriku”. Khadijah berusaha menabahkan hati suami yang ditaatinya dengan berkata, “Wahai kakanda, demi Allah, Tuhan tidak akan mengecewakanmu karena sesungguhnya kekanda adalah orang yang selalu memupuk dan menjaga kekeluargaan serta sanggup memikul tanggungjawab. Dirimu dikenali sebagai penolong kaum yang sengsara, sebagai tuan rumah yang menyenangkan tamu, ringan tangan dalam memberi pertolongan, sentiasa berbicara benar dan setia kepada amanah”.  Apakah ada wanita lain yang dapat menyambut sedemikian baik peristiwa bersejarah yang berlaku di Gua Hira seperti yang dilakukan oleh Khadijah kepada suaminya? Apa yang dikatakan oleh Khadijah kepada suaminya pada saat menghadapi peristiwa besar itu menunjukkan betapa besarnya kepercayaan dan kasih sayang seorang isteri kepada suami yang dilandasi iman yang teguh. Sedikit pun Khadijah tidak berasa ragu-ragu atau syak di dalam hatinya. Persoalannya, dapatkah kita berlaku demikian? Khadijah merupakan wanita kaya dan terkenal. Beliau boleh hidup mewah dengan hartanya sendiri. Namun semua itu dengan rela dikorbankannya untuk memudahkan tugas-tugas suaminya. Hal ini jelas menunjukkan beliau merupakan wanita yang mendorong kemajuan pahlawan umat manusia, melindungi pejuang terbesar dalam sejarah dengan mewujudkan kedamaian dalam kehidupan suaminya. Sikap inilah yang menjadi sumber kekuatan kepada Rasulullah SAW sepanjang kehidupan mereka.  

Kesetiaan  Khadijah telah membina kekuatan pada diri dan kehidupan penegak risalah Islam itu. Sepanjang hidupnya bersama Rasulullah SAW, Khadijah begitu setia menyertai baginda dalam setiap peristiwa suka dan duka. Setiap kali suaminya ke Gua Hira, beliau pasti menyiapkan semua bekal dan keperluannya. Seandainya Rasulullah SAW lama tidak pulang, beliau akan meninjau untuk memastikan keselamatan baginda. Sekiranya baginda khusyu bermunajat, beliau tinggal di rumah dengan sabar sehingga baginda pulang. Apabila suaminya mengadu kesusahan serta berada dalam keadaan gelisah, beliau mencoba menentramkan dan menghiburnya sehingga suaminya benar-benar merasakan ketenangan. Setiap ancaman dan penganiayaan dihadapi bersama. Malah dalam banyak kegiatan peribadatan Rasulullah SAW, Khadijah pasti bersama dan membantu baginda seperti menyediakan air untuk mengambil wuduk. Kecintaan Khadijah bukanlah sekadar kecintaan kepada suami, sebaliknya yang jelas adalah berlandaskan keyakinan yang kuat tentang keesaan Allah SWT. Segala pengorbanan untuk suaminya adalah ikhlas untuk mencari ridho Allah SWT. Allah Maha Adil dalam memberi rahmat-Nya. Setiap amalan yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan pasti mendapat ganjaran yang berkekalan. Firman Allah yang bermaksud: Barang siapa yang mengerjakan amalan saleh, baik lelaki mahupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.    (An-Nahl: 97) Janji Allah itu pasti benar. Kesan kesetiaan Khadijah bukan sekadar menghasilkan kekuatan yang mendorong kegigihan dan perjuangan Rasulullah SAW, malah membawa berkah yang besar kepada rumah tangga mereka berdua. Anak-anak yang lahir juga adalah anak-anak yang saleh. Keturunan zuriat ahlul-bait Rasulullah SAW merupakan insan yang senantiasa taat melaksanakan perintah Allah SWT. Semua ini menghasilkan kekuatan yang membantu meningkatkan perjuangan Islam. Wahai muslimah, sekarang adalah masa untuk kita hidupkan kembali hakikat ini dalam kehidupan kita. Semoga kekuatan Islam akan kembalimentadbir kehidupan insan.

2.     AISYAH BINTI ABU BAKAR

(Arab: عائشة `ā'isha, "dia yang hidup", kadang ditulis pula seperti A'isyah, Ayesha, 'A'isha, atau 'Aisha, Turki Ayşe, Turki Utsmani Âişe dll.) adalah istri dari Nabi Islam Muhammad. Dalam penulisan Islam, sering ditambahkan pula gelar "Ibu dari orang-orang Mukmin" (Mother of the Believers) (Arab: أمّ المؤمنين ummul-mu'minīn), sebagai gambaran bagi para istri Muhammad sebagai "Ibu dari orang-orang Mukmin" dalam Qur'an (33.6). ‘Aisyahadalah putri dari Abu Bakar(khalifah pertama), istri ketiganabi Muhammad setelahKhadijah dan Saudah binti Zam'ah. Terdapat berbagai silang pendapat mengenai pada umur berapa sebenarnya Muhammad menikahi Aisyah? Sebagian besar referensi (termasuk sahih Bukhari dansahih Muslim) menyatakan bahwa upacara perkawinan tersebut terjadi di usia enam tahun, dan Aisyah diantarkan memasuki rumah tangga Muhammad sejak umur sembilan tahun. [1][2][3]Sementara pada hadits lainnya dikatakan Aisyah pada umur belasan tahun saat itu. Ia dikutip sebagai sumber dari banyak hadits dan kehidupan pribadi Muhammad menjadi topik yang sering dibicarakan. – Ibunya orang beriman, isteri nabi Muhammad sekaligus putri dari as-sidiq adalah sosok yang pantas diteladani oleh seluruh mu’minah di sepanjang zaman.Ia adalah wanita pemilik kemuliaan yang tak tertandingi Aisyah -lah manusia yang paling berilmu tentang al quran, karena kehidupannya yang selalu bersanding dengan pembawa risalah islam, dan beliau menyaksikan Al quran yang turun di rumah beliau. Paling berilmu, karena paham bagaimana wujud penjabaran Al quran dalam kehidupan sehari-hari, dipraktikkan dalam perkataan, perbuatan, budi pekerti, akhlaq dan adab oleh rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau pula wanita yang paling berilmu tentang hadits, fikih, pengobatan, syair dan hikmah. Sehingga sangat wajar ketika abu bardah mengatakan : “apabila ada sebuah permasalahan yang tidak diketahui di zaman sahabat , maka kami bertanya kepada aisyah, dan kami memperoleh ilmu dari beliau”. Seorang sahabat yang lain mengatakan “saya tidak mengetahui ada orang yang lebih berilmu tentang al quran, faraidh(ilmu waris) , halal dan haram, syair, sejarah dan nasab kecuali aisyah”.

Di kesempatan yang lain kita akan dapatkan bagaimana wujud konkrit tarbiyah di atas manhaj nabawi pada diri aisyah. Umar bin khatab ketika menjelang wafat , berkata kepada abdullah (anaknya).“Pergilah kepada Aisyah, sampaikan salamku padanya, dan mintakan ijin agar aku diperbolehkan dimakamkan di rumahnya bersama Rasulullah dan Abu Bakar. Maka Abdullah pun mendatangi aisyah dan menyampaikan pesan ayahnya.Aisyah mengatakan “baik dan ini adalah sebuah kemuliaan”dan melanjutkan dengan berkata “wahai anakku, sampaikan salamku kepada Umar , dan katakan padanya jangan tinggalkan umat Muhammad tanpa pimpinan, pilihlah khalifah bagi umat dan jangan tinggalkan umat dalam keadaan sia-sia setelahmu, karena aku takut terjadi fitnah atas umat ini.”

Teladan bagi  wanita mukminah, saksikanlah bagaimana keagungan perjalanan mereka yang ditarbiyah dalam rumah-tangga nabi. Perhatikan bagaimanakah nasehat dan pandangan aisyah untuk mengangkat khalifah setelah Umar, karena khawatir terjadinya fitnah. Seakan aisyah menyaksikan hal-hal yang akan berlangsung di masa mendatang, padahal tidaklah ia tahu tentang hal yang ghaib, namun ini adalah firasat seorang mukmin yang beriman kepada Allah dan RasulNya. Beliau tak hanya sebatas melihat tentang dekatnya kematian Umar dan tentang masalah di mana Umar akan dimakamkan, namun beliau melihat bagaimana kehidupan umat Islam setelah Umar meninggal. Dari sini terlihat keluasan pandangan, jauhnya pemikiran ke depan dan sekaligus perhatian yang sangat besar tentang urusan umat Islam. Inilah yang semestinya diteladani oleh wanita mukminah di zaman ini.

Sosok seorang Aisyah rhadiyallahu anha, memberikan ibrah yang berharga bagi para mukminah. Kedalaman ilmu, kecerdasan dan perhatiannya terhadap umat adalah warisan yang berharga yang terus bisa diwarisi sampai hari ini. Terbukti dengan kedudukan beliau yang tercakup dalam tujuh orang di kalangan shabat yang banyak menghafal fatwa-fatwa dari para sahabat. Panji Islam di sepanjang sejarah akan selalu tegak dengan para penyandangnya. Dan Aisyah adalah salah satu penegak panji Islam di awal terbitnya cahaya Islam. Sebuah bukti bahwa wanita pun memiliki peran yang sangat besar dalam memperjuangkan Islam. Tidak hanya untuk membuang waktu untuk berbagai pekerjaan yang sia-sia, sebagaimana yang dilakukan oleh mayoritas muslimah di zaman ini. Panji Islam memang akan tetap tegak dengan para pejuangnya sepanjang masa. Namun apakah kita para wanita mukminah menjadi bagian dari penyandang dan penegak risalah atau tidak, maka jawabnya ada pada diri kita.

3.     FATIMAH AZ-ZAHRA

Riwayat yang masyhur menyebutkan bahwa Fatimah Zahra AS, hanya sempat mengenyam kehidupan yang singkat. Beliau wafat pada usia yang sangat belia, 18 tahun. Meski singkat, kehidupan beliau banyak mengandung pelajaran berharga. Kehidupan putri Rasul ini, laksana permata indah yang memancarkan cahaya.  Fatimah Zahra AS, adalah seorang figur yang unggul dalam keutamaan ini. Dalam doanya, beliau sering berucap, “Ya Allah, kecilkanlah jiwaku di mataku dan tampakkanlah keagungan-Mu kepadaku. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan tugas yang aku pikul saat Engkau menciptakanku, dan jangan Engkau sibukkan aku dengan hal-hal yang lain.”Keikhlasan dalam beramal adalah jembatan menuju keselamatan dan keberuntungan. Manusia yang memiliki jiwa keikhlasan akan terbebas dari seluruh belenggu hawa nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan murni. Keikhlasan akan memberikan keindahan, kebaikan, dan kejujuran kepada seseorang. Contoh terbaik dalam hal ini dapat ditemukan pada pribadi agung Fatimah Zahra AS. Seseorang pernah bertanya kepada Imam Mahdi AS, “Siapakah di antara putri-putri Nabi yang lebih utama dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi?” Beliau menjawab, “Fatimah.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana Anda menyebut Fatimah sebagai yang lebih utama padahal beliau hanya hidup singkat dan tidak lama bersama Nabi?” Beliau menjawab, “Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan ini kepada Fatimah karena keikhlasan dan ketulusan hatinya.”

Sayyidah Fatimah dalam munajatnya sering mengungkapkan kata-kata demikian, “Ya Allah, aku bersumpah dengan ilmu ghaib yang Engkau miliki dan kemampuan penciptaan-Mu. Berilah aku keikhlasan. Aku ingin aku tetap tunduk dan menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku atau kekayaan datang kepadaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya dari-Mu aku memohon kenikmatan tak berujung dan kelapangan pandangan yang tak berakhir dengan kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman dan masukkanlah aku ke dalam golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.”Kecintaan Fatimah AS kepada Tuhan disebut oleh Rasulullah sebagai buah dari keimanannya yang tulus. Beliau bersabda, “Keimanan kepada Allah telah merasuk ke kalbu Fatimah sedemikian dalam, sehingga membuatnya tenggelam dalam ibadah dan melupakan segalanya.” Manusia yang mengenal Tuhannya akan menghiasi perilaku dan tutur katanya dengan akhlak yang terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Sayyidah Fatimah AS mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun wanita yang lebih santun dari Fatimah. Fatimah belajar kesantunan dari Dzat yang Mahabenar. Hanya orang yang terdidik dengan tuntunan Ilahi-lah yang bisa memiliki perilaku dan kesantunan yang suci. Ketika Allah swt melalui firman-Nya memerintahkan umat untuk tidak memanggil Rasul dengan namanya, Fatimah lantas memanggil ayahnya dengan sebutan Rasulullah. Kepadanya Nabi bersabda, “Fatimah, ayat suci ini tidak mencakup dirimu.” Dalam kehidupan rumah tangganya, putri Nabi ini selalu menjaga etika dan akhlak. Kehidupan Ali dan Fatimah yang saling menjaga kesantunan ini layak menjadi teladan bagi semua. Kasih sayang dan kelemah-lembutan Fatimah AS diakui oleh semua orang yang hidup sezaman dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum fakir miskin dan mereka yang memiliki hajat, akan datang ke rumah Fatimah ketika semua jalan yang bisa diharapkan membantu mengatasi persoalan mereka telah tertutup. Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal kehidupannya sendiri serba berkekurangan.

Poin penting lain yang dapat dipelajari dari kehidupan dan kepribadian penghulu wanita sejagat ini adalah sikap tanggap dan peduli yang ditunjukkan beliau terhadap masalah rumah tangga, pendidikan dan masalah sosial. Banyak yang berprasangka bahwa keimanan dan penghambaan yang tulus kepada Allah akan menghalangi orang untuk berkecimpung dalam urusan dunia. Kehidupan Sayyidah Fatimah Zahra AS mengajarkan kepada semua orang akan hal yang berbeda dengan anggapan itu. Dunia di mata beliau adalah tempat kehidupan, meski demikian hal itu tidak berarti harus dikesampingkan. Beliau menegaskan bahwa dunia laksana anak tangga untuk menuju ke puncak kesempurnaan, dengan syarat hati tidak tertawan oleh tipuannya. Fatimah AS berkata, “Ya Allah, perbaikilah duniaku bergantungnya kehidupanku. Perbaikilah kondisi akhiratku, karena ke sanalah aku akan kembali. Panjangkanlah umurku selagi aku masih bisa berharap kebaikan dan berkah dari dunia ini…” Detik-detik akhir kehidupannya telah tiba. Duka dan derita terasa amat berat untuk dipikul oleh putri tercinta Nabi ini. Meski demikian, dengan lemah lembut Fatimah bersimpuh di hadapan Sang Maha Pencipta mengadukan keadaannya. Asma berkata, “Saya menyaksikan saat itu Fatimah AS mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan perantara kemuliaan Nabi dan kecintaannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu dengan nama Ali dan kesedihannya atas kepergianku. Aku memohon kepada-Mu dengan perantara Hasan dan Husein serta derita mereka yang aku rasakan. Aku memohon kepada-Mu atas nama putri-putriku dan kesedihan mereka. Aku memohon, kasihilah umat ayahku yang berdosa. Ampunilah dosa-dosa mereka. Masukkanlah mereka ke dalam surga-Mu. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pengasih dari semua pengasih.”

Sebelum ajal datang menjemputnya, Fatimah Zahra AS menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu. Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kematian bagai kekasih yang aku nantikan. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepadaku. Tempatkanlah ruhku di tengah arwah orang-orang yang suci dan jasadku di sisi jasad-jasad mulia. Ya Allah, masukkanlah amalanku ke dalam amalan-amalan yang Engkau terima.” Tanggal 3 Jumadi Tsani tahun 11 Hijriyyah, Fatimah Zahra putri kesayangan Nabi menutup mata untuk selamanya. Beliau wafat meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berharga bagi kemanusiaan. Rasul pernah menyifati putrinya, Fatimah AS dengan sabdanya, “Allah telah memenuhi hati dan seluruh anggota tubuh Fatimah dengan keimanan dan keyakinan.” Kepada putrinya itu, beliau pernah bersabda, “Fatimah, Allah telah memilihmu dan menghiasimu dengan makrifat dan pengetahuan. Dia juga telah membersihkanmu dan memuliakanmu di atas wanita seluruh jagat.“  Kecintaan Rasulullah SAW kepada Fatimah Zahra AS merupakan satu hal khusus yang layak untuk dipelajari dari kehidupan beliau. Di saat bangsa Arab menganggap anak perempuan sebagai pembawa sial dan kehinaan, Rasul memuliakan dan menghormati putrinya sedemikian besar. Selain itu, Rasulullah SAW biasa memuji seseorang yang memiliki keutamaan. Dengan kata lain, pujian Rasul kepada Fatimah adalah karena beliau menyaksikan kemuliaan pada diri putrinya itu. Nabi SAW tahu akan apa yang bakal terjadi sepeninggalnya kelak. Karena itu, sejak dini beliau telah mengenalkan kemuliaan dan keagungan Fatimah kepada umatnya, supaya kelak mereka tidak bisa beralasan tidak mengenal keutamaan penghulu wanita sejagat itu.

Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Rasul, “Mengapa Anda tidak memperlakukan anak-anak Anda yang lain seperti Fatimah?” Rasul menjawab, “Engkau tidak mengenal Fatimah. Aku mencium bau surga pada diri Fatimah. Engkau tidak tahu bahwa keridhaan Allah ada pada keridhaan Fatimah dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan Fatimah.”Kesempurnaan manusia tidak mengenal jenis. Kesempurnaan itu adalah sebuah anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk dapat mengenal dirinya lebih dalam. Fatimah adalah contoh nyata dari sebuah kesempurnaan. Dengan mengikuti dan meneladaninya, kesuksesan dan kebahagiaan hakiki yang menghantarkan kepada kesempurnaan akan bisa digapai. Fatimah adalah wanita yang banyak menimba ilmu, makrifat dan hikmah hakiki.  Keluasan ilmunya tampak sekali dalam khotbah yang beliau sampaikan di masjid Nabi, di hadapan para sahabat. Dalam khotbah itu, Fatimah AS menjelaskan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dan masyarakat adalah dengan memegang teguh agama dan patuh kepada perintah Allah. Beliau yang mengetahui psikologi masyarakatnya menerangkan berbagai kekurangan yang ada di tengah mereka. Dalam khotbah itu, Fatimah AS membawakan berbagai ayat suci Al-Qur’an dan menjelaskan tafsirannya. Peristiwa yang terjadi di masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu yang layak dijadikan pelajaran dan bahan peringatan, diungkapkannya. Dalam khotbah tersebut Fatimah sebagai seorang hamba yang saleh dan arif yang hakiki, menjelaskan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta.

Fatimah Zahra AS, adalah wanita yang mengenal betul kondisi di tengah masyarakat. Beliau sadar akan adanya makar dan tipu daya musuh-musuh Islam. Hal itulah yang kemudian beliau ungkapkan dalam khotbahnya. Singkatnya, Fatimah AS sebagai seorang yang mengetahui seluk beluk politik dan sadar akan kondisi di zamannya, menerangkan kepada semua orang bahwa Islam adalah agama terakhir Tuhan dan syariat yang paling sempurna. Beliau juga menjelaskan bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah dengan mengikuti jejak Ahlul Bait AS. Sekelumit khotbah Sayyidah Fatimah Zahra AS di masjid Nabi. “Rasulullah diutus saat seluruh bangsa terpecah-pecah. Mereka menyembah berhala. Meski mengenal Tuhan, mereka mengingkarinya. Dengan perantara Muhammad, Allah menyingkap tabir syirik dan kekafiran. Dia membersihkan kotoran dari hati, dan Dia berikan cahaya di mata. Muhammad dengan cahaya petunjuk bangkit di tengah umat untuk menyelamatkan mereka dari kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke cahaya benderang. Dia menggiring umat ke arah agama yang kuat dan mengajak mereka kepada kebenaran.

سبحان الله....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar