Selasa, 13 Februari 2018

Sembilan Hal Yang Menghambat Seorang Pemuda Untuk Hijrah

Sembilan Hal Yang Menghambat Seorang Pemuda Untuk Hijrah

Berikut adalah hambatan-hambatan tersebut 

1. Tidak Mau Mendengar Dan Memahami

Sesorang yang tidak mau mendengar dan memahami kebaikan apalagi mendengar dan memahami ayat-ayat Allah sejatinya dia telah mati dan berada dalam pelukan setan yang terkutuk. Orang-orang seperti ini biasanya adalah orang-orang yang merasa dirinya serba cukup, orang-orang yang merasa dirinya tidak ada salah, orang-orang yang merasa dirinya lebih dari yang lain

Dapat dipahami lebih jauh orang-orang seperti ini memiliki banyak penyakit dalam hatinya. Penyakit hati yang paling akut dari orang-orang seperti ini adalah penyakit yg menyebabkan iblis diusir dari surga, yaitu penyakit kesombongan. Tak dapat dipungkiri lagi kesombongan adalah sifat dari makhluk yang dapat membawa makhluk baik jin maupun manusia jatuh pada jurang kebinasaan.

Bila terus seperti itu dan tidak mau berubah dan tidak mau merendahkan hati terhadap sesama manusia apalagi orang-orang alim maka :

Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (TQS al-Baqarah:7)

2. Tidak Menjadikan Aqidah Islam Sebagai Landasan Berpikir

Seorang muslim yang tidak menjadikan aqidah Islam sebagai landasan berpikirnya terhadap segala sesuatu apalagi terhadap perilaku dan perbuatannya dapat dipastikan kepribadiannya kacau balau walaupun ia tidak menyadarinya. Antara pemikiran, hati, perasaan, ucapan, dan kelakuan semuanya berlainan. Hatinya mengaku beriman kepada Allah ia sholat dan mengaji ia merasa dekat kepada Allah dengan sholat dan ngajinya itu tetapi ia juga berpacaran dan pergaulannya penuh dengan ikhtilath (campur baur bukan mahrom), hatinya mengaku beriman kepada Allah, ia bersedekah dan merasa dekat pada Allah dengan sedekahnya tapi dia juga bekerja yang haram (bank, leasing, asuransi, dsb.). Hatinya mengaku beriman kepada Allah ia juga sholat tetapi ia juga menyeru dan berlaku kepada kekufuran seperti sekulerisme, liberalisme, dsb. dan merasa tidak ada masalah dengan pemikiran-pemikiran kufur tersebut malah ia merasa itu semua bermanfaat untuk kebaikan.

Dan yang parah adalah dia yang sejatinya hatinya tidak beriman kepada Allah, ibadahnya belang betong itupun riya, hatinya penuh keraguan kepada Allah, keraguan kepada hari perhitungan, dan keraguan kepada surga dan neraka.

Jelasnya orang-orang yang tidak menjadikan aqidah Islam sebagai landasan berpikirnya atau sebagai tolak ukur terhadap segala sesuatu terhadap pemikiran dan perasaannya, dan hal-hal seperti benar dan salah, hak dan batil, baik dan buruk, halal dan haram, mereka mengaku muslim tapi hidupnya seperti orang-orang kafir, perbedaannya hanya sedikit saja.

Orang yang menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan berpikirnya, ketika melakukan sesuatu dia pasti berpikir apakah yang dilakukannya akan mendatangkan ridha Allah atau malah mendatangkan murka-Nya. Dia akan mencari tahu itu dengan sungguh-sungguh memahami syariat yang telah Allah turunkan yang ada dalam Al Qur’an dan As-Sunnah.

Ketika Allah menetapkan “riba haram” maka ia akan menjauhi riba, ketika Allah berkata “Apakah ada hukum lain yang lebih baik dari hukum Allah” maka ia akan percaya dengan sepenuh hati bahwa hanya hukum Allah yang terbaik dan wajib diterapkan. Ketika Allah menetapkan “julurkan jilbab keseluruh tubuh dan kenakan khimar sampai menutupi dada” maka ia akan bersegera menutup auratnya dengan benar (syari’), ketika Allah memerintahkan “jangan mendekati zina” maka ia akan menjauhi zina sejauh-jauhnya termasuk hal-hal yang mendekatinya seperti pacaran/khalwat.

Singkatnya orang yang menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan berpikirnya yang ia pedulikan hanyalah ridha Allah dan murka Allah pada dirinya. Pemikiran dan perasaannya hanya kepada Allah semata. Dan dia benar-benar berserah diri sepenuhnya terhadap Allah, terhadap syariat-syariatnya, dan terhadap qadha dan qadarnya. Dan dia terus berusaha untuk memenuhi seuruan Allah:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (TQS. Al-Baqarah: 208).

3. Takut, Malu, dan Bingung

Terkadang ada orang yang sudah paham dan ingin segera berhijrah namun rasa takut, malu, dan bingung menyelimutinya sehingga ia gagal atau tertahan dalam hijrahnya. Rasa takut dan malu bisa terjadi karena lingkungannya terlalu banyak orang-orang bermaksiat, lingkungannya adalah lingkungan yang tidak islami, sehingga ia takut ketika ia berhijrah ia akan dikucilkan, atau ia akan terpinggirkan, dan ia akan semakin miskin karena mengira akan sulit mencari pekerjaan atau ia takut dipandang sebagai ekstrimis, fundamentalis, radikalis dsb. Dan ia juga malu bila dipandang sok suci, sok alim dsb. sehingga ia menunda hijrahnya.

Dan rasa bingung biasanya timbul karena ia memiliki obsesi dan harapan-harapan masa depan namun di satu sisi ia menemukan sesuatu yang dianggap benar namun sesuatu yang benar itu dianggap bisa menghambat bahkan menghancurkan obsesi dan harapan-harapannya, sejatinya orang-orang seperti ini bingung karena terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak pasti di masa depan, namun ia lupa pada sesuatu yang pasti di masa depan, yaitu kematian.

Rasa takut dan malu (malu yang tidak pada tempatnya) sejatinya diakibatkan karena seseorang kurang ketawakkalannya kepada Allah. Makna tawakkal adalah seseorang tidak akan pernah takut dan bersedih saat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi laranganNya karena semua urusan dan usahanya (sebelum melakukan ikhtiar saat melakukan ikhtiar dan sesudah melakukan ikhtiar) diserahkan/digantungkan kepada Allah semata. Tawakkal juga dikaitkan dengan Al-Aziz yang dimana bermakna “bahwa akan mulia dan tidak akan hina sedikitpun orang yang bergantung kepada-Nya”, Ar-Rahim yang bermakna “rahmat Allah bagi yang bertawakkal kepada-Nya”, dan Al-Hakim yang bermakna “tidak akan diabaikan siapun yang percaya dengan kesempurnaan kebijaksanaan dan perencanaan-Nya.”

Orang yang bertawakkal percaya bahwa Allah adalah sebaik-baiknya Al-Wakil / Pelindung (Hasbunaah wani’mal wakil) seseorang yang bertawakkal kepada Allah tidak akan takut meninggalkan pekerjaan yang haram karena ia percaya pasti Allah akan tetap menjamin rizkinya dan akan tetap menjamin dan akan mengganti pekerjaan haramnya dengan pekerjaan halal yang lebih baik dan berkah.

Orang yang bertawakkal tidak akan takut meninggalkan pasangan tidak halalnya (pacarnya) karena ia yakin Allah akan memberikan yang lebih baik padanya dan ia yakin kalau Allah adalah pemilik hati sebenarnya. Orang yang bertawakkal tidak akan malu atau takut untuk menutup auratnya dengan benar (syari’) sekalipun orang-orang disekitarnya melihatnya dengan sinis dan ia tidak akan takut bila Bossnya/pekerjaanya melarangnya walau akan akan berakhir pemecatan. Karena ia yakin bahwa taat kepada Allah adalah pilihan terbaik dalam hidupnya bagaimanapun ujian menderanya. Ia yakin Allah tidak akan menghinakannya bila ia taat dan bertawakkal kepada Allah, ia yakin semuanya akan berbuah kebaikan yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Ia percaya pada firman Allah :

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (TQS at-Thalaq: 3)

Sedangkan rasa bingung sejatinya disebabkan oleh panjangnya angan-angan sesorang. Panjang angan-angan adalah penyakit akut dalam hati manusia yang harus disembuhkan karena bisa menghambat ketaatan seseorang kepada Allah. Kita perlu menyembuhkan penyakit panjang angan-angan ini dengan selalu mengingat kematian setiap saat, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, karena ia pasti terjadi. Dengan mengingat kematian kita akan berpikir bahwa hidup kita hanyalah hari ini saja dan kita akan melakukan hal terbaik hari ini saja, kita akan bersegera melaksanakan perintah Allah dan kita akan mempersembahkan yang terbaik pada hari ini. Pikiran kita tidak akan disibukan dengan hal yang tidak pasti sehingga membuat kita bingung, namun pikiran kita akan disibukan dengan sesuatu yang pasti datang yaitu kematian, kita akan disibukkan untuk mempersiapkan bekal kematian dan sibuk dengan amal-amal shaleh untuk menyambut kematian. Tanpa rasa takut dan bingung serta penuh keyakinan akan husnul khatimah. Inilah yang dimaksud Umar bin Khattab – radhiyallaahu ‘anhuma :

Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu (HR. Al-Bukhari)

Dan orang-orang seperti inilah yang dipredikati paling cerdas oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam ketika ditanya oleh seorang Anshar :

‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al-Haitsamiy)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar